Resensi Film: "Surat Cinta untuk Kartini"

Dirilis bertepatan dengan peringatan Hari Kartini 2016, sebuah film karya anak bangsa kembali mengangkat kisah sejarah yang patut diapresiasi. Kisah tentang pejuang emansipasi wanita, Raden Ajeng Kartini.



Judul Film: Surat Cinta untuk Kartini
Sutradara: Azhar Kinol Lubis
Pemain: Chicco Jerikho, Rania Putri Sari, Lukman Sardi, Ence Bagus, Ayu Dyah
Rumah Produksi: MNC Pictures
Tahun Produksi: 2016

Dirilis tepat pada peringatan Hari Kartini 2016, film terbaru yang dibintangi Chicco Jerikho kali ini kembali mewarnai kancah perfilman Indonesia. Sebagaimana judulnya, film Surat Cinta untuk Kartini hadir dengan mengangkat latar sejarah dan kisah hidup inspiratif dari R. A. Kartini. Kendati demikian, sang sutradara berhasil mengemas film berlatar sejarah ini menjadi lebih segar dan menghibur.

surat-cinta-untuk-kartini-1

Chicco Jerikho yang berperan sebagai Sarwadi, sangat menjiwai perannya sebagai seorang tukang pos lugu yang jatuh cinta dengan putri sulung Bupati Jepara, Raden Ajeng Kartini yang diperankan oleh Rania Putri Sari. Bermula dari mengantarkan surat-surat yang ditujukan kepada Kartini, diam-diam Sarwadi menaruh hati pada perempuan keturunan ningrat itu. Tugas yang selalu dinanti-nantinya adalah ketika ia mengirimkan surat kepada Kartini dan sesekali, tukang pos lugu ini mencuri-curi pandang ke arah Kartini dan hanya bisa memandangi wanita berparas ayu itu dari jauh.

Semua dimulai ketika Sarwadi mendengar pembicaraan Kartini dan kedua adiknya untuk membangun sebuah sekolah pertama untuk perempuan pribumi di Jepara. Mendengar pembicaraan itu, Sarwadi sangat girang dan sangat bersemangat. Bak orang kesurupan, Sarwadi pulang ke rumah dan memberi tahu anak perempuannya, Ningrum, yang sudah ditinggal ibunya karena meninggal saat usai melahirkannya. Ningrum, sebagaimana anak kecil Jawa pada saat itu, tentu sangat kaget mendengar kata belajar dan bersekolah.

surat-cinta-untuk-kartini-2

Sarwadi memiliki sahabat baik bernama Mujur. Suatu hari, Sarwadi meminta tolong Mujur untuk menggantikan tugasnya sebagai pengantar surat. Pasalnya, Sarwadi ingin menemui Kartini yang sedang berbelanja di pasar. Ketika bertemu dengan pujaan hatinya di pasar, Sarwadi menyampaikan maksudnya untuk menyekolahkan putrinya, Ningrum, di sekolah yang akan dibuat Kartini. Sarwadi pun dengan sukarela menawarkan bahwa ia bersedia menyediakan tempat belajar yang nyaman dan indah di alam terbuka. Dengan senang hati, Kartini menyambut baik tawaran Sawardi.

Hari pertama sekolah pun dimulai. Tidak ada murid satu pun yang datang kecuali Ningrum, anak Sarwadi. Para orang tua tidak mengizinkan anak-anaknya bersekolah karena takut anaknya kelak akan menjadi sosok seperti Kartini yang dinilai aneh dan menentang adat. Film ini memperlihatkan kepada penonton bahwa pada kala itu pendidikan bagi perempuan, khususnya perempuan pribumi, masih tidak dipedulikan. Kebanyakan orang tua justru ingin segera menikahkan anak perempuannya di usia muda. “Apakah dengan pendidikan perut bisa kenyang?” begitu pemikiran masyarakat kala itu.

surat-cinta-untuk-kartini-3

Namun dengan perlahan, Sarwadi dan Ningrum berhasil meyakinkan masyarakat bahwa pendidikan bagi anak perempuan sangat penting untuk meningkatkan wawasan, martabat, serta semakin mengerti hak dan kewajiban seorang wanita. Sehingga murid yang dididik Kartini dan dua adiknya bertambah pesat. Kartini pun dengan resmi mendirikan Sekolah Poetri Djawa.

Semua berjalan mulus hingga pada suatu saat, Sarwadi mengetahui Kartini akan dipinang Bupati Rembang yang telah beristri tiga. Hatinya semakin meringis mengetahui Kartini tidak menolak pinangan tersebut. Dirinya tidak tahu bahwa Kartini sebelumnya telah mengalami konflik batin yang berkecimuk. Di satu sisi, ia tidak ingin terus dikungkung. Ia ingin bebas menjalankan pengabdiannya untuk memajukan hak-hak perempuan. Tetapi di sisi lain, ia juga harus menuruti permintaan ayah dan ibunya. Yang Sarwadi tahu, perempuan yang bernama Raden Ajeng Kartini itu telah putus asa, dikalahkan oleh keadaan.

surat-cinta-untuk-kartini-4

Sarwadi mau tak mau mengikhlaskan Kartini untuk dipersunting bupati beristri tiga itu. Sejak saat itu, Sarwadi berhenti menjadi pengantar surat. Ia dan anaknya pindah ke kota lain. Sarwadi pun beralih profesi menjadi seorang nelayan. Kendati demikian, ingatannya pada sosok Kartini tidak lekang oleh waktu.

Ketika Ningrum yang tidak henti-hentinya ingin belajar, sudah bertekad menjadi guru sebagaimana Kartini, Sarwadi mengajaknya untuk bertemu dengan  Kartini di Rembang. Tiba di Rembang bukan membuat Sarwadi dan Ningrum senang. Mereka malah dirundung sedih yang menggerogoti hati mendengar kabar bahwa Raden Ajeng Kartini, sosok idola mereka, telah meninggal dunia empat hari setelah melahirkan anak pertamanya. Persis sebagaimana istri Sarwadi dulu. Mereka hanya menjumpai Kartini melalui batu nisannya.

Di akhir film, Sarwadi rupanya mendapatkan surat dari Kartini yang dititipkan untuknya. Surat itu menceritakan aalsan di balik keputusan Kartini menerima pinangan Bupati Rembang. Walau kebanyakan orang berpikir Kartini telah patah semangat, namun dari dalam dirinya, Kartini akan terus bertekad untuk membangkitkan martabat dan hak-hak wanita. Kartini ingin membawa wanita-wanita Indonesia dari kegelapan menuju sebuah cahaya. Sebab sehabis gelap, terbitlah terang.

Film ini sangat memuaskan. Selain diselipkan bumbu humor yang ditimbulkan oleh tingkah konyol Sarwadi, film ini juga menyampaikan pesan moral yang sarat. Baik Chicco Jerico yang sudah makan garam di dunia peran maupun Rania Putri Sari pendatang baru dalam dunia peran, keduanya tampil dengan sangat apik.

Kekurangan film ini terletak pada saat percakapan Kartini dengan orang-orang Belanda. Orang-orang Belanda yang berbicara dengan bahasa Belanda, dan Kartini malah berbicara dengan bahasa Indonesia. Lebih baik apabila percakapan keduanya disampaikan dalam bahasa Belanda, hanya saja dibubuhkan terjemahan bahasa Indonesia-nya.

Secara keseluruhan, film ini sangat direkomendasikan untuk segala kalangan. Dan yang perlu digarisbawahi, walaupun bertema sejarah, tetapi film ini jauh dari kata membosankan. Malahan, film ini telah berhasil dikemas dengan fresh dan sangat menggelitik.

(www.wirawanperdana.blogspot.co.id)


0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama